Timika, 20/8 (Jubi) – Warga Tiga Suku di kampung Mimika Gunung, Distrik Kuala Kencana meminta Kepolisian Resor (Polres) Mimika agar membebaskan sembilan pemimpin perang atau Waimum, yang masih ditahan di ruang tahanan (Rutan) Polres Mimika.
Kepada wartawan, para pemimpin perang yang masih memimpin masyarakat tiga suku yakni Moni, Mee dan Amungme melalui juru bicara Karel Kum dan Primus Steven menyatakan, bahwa acara pembersihan darah yang merupakan acara pembuka dari kegiatan penyelesaian perang suku di Djayanti dapat terlaksana dengan kehadiran para waimum atau kepala perang tiga suku tersebut.
“Sekarang ini kami mau lakukan acara pembersihan darah dan itu, harus dipimpin oleh semua Waimum, termasuk sembilan Waimum yang ditahan di Polres, kami minta segera dikeluarkan, ” ujar Karel Kum saat menerjemahkan tiga pernyataan sikap dari salah satu waimum, di lapangan Kampung Mimika Gunung, Rabu (20/8).
Para Waimum juga meminta, agar aparat keamanan yang selama ini ikut terlibat dalam pengamanan konflik di Djayanti agar ikut dalam acara pembersihan ini. Sehingga, tidak ada lagi korban lanjutan dari konflik yang berlangsung sejak enam 6 bulan lalu itu.
“Kedua, kami minta para pimpinan TNI/Polri terutama Kapolres Mimika yang terlibat selama konflik ini agar hadir dalam acara pencucian darah di tempat ini, karena ini juga beban berat yang mereka pikul sehingga mereka punya kesempatan untuk lakukan pencucian darah, jika tidak adat akan menuntut,” pintanya.
Ia juga meminta, agar para pemimpin lembaga masyarakat dan bupati se-Pegunungan Tengah Papua yang mempunyai warga di Djayanti agar dapat turun dan menghadiri acara ini.
“Ketiga, para bupati, termasuk Bupati Puncak, Willem Wandik bersama LEMASA dan beberapa pihak yang selama ini terlibat dalam penyelesaian konflik ini agar segera hadir untuk turut dalam pembersihan darah,” tuturnya.
Dia mengatakan, perang suku yang dimulai secara adat dari tanggal 29 Januari 2014 ini telah berakhir pada 11 Juni 2014. Sehingga, semua hal teknis yang berkaitan dengan perang itu sudah selesai, namun harus diakhiri juga dengan acara-acara adat yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak, baik dari kubu Dani maupun kubu Moni.
“Sebenarnya, perang ini dapat selesai dengan secepatnya sesuai dengan perintah dari gubernur namun karena beberapa tokoh dan kepala perang ditahan oleh aparat keamanan, hal ini membuat masalah menjadi panjang dan lebar, sehingga kamipun mengadakan pertemuan ini,” ungkap Karel.
Dijelaskan Primus Steven, kegiatan penyelesaian perang secara adat yang akan mereka lakukan tidak dapat dilaksanakan, jika para kepala perang ini masih ditahan oleh pihak kepolisian. Sehingga pihaknya mengharapkan kebijakan dari Kapolres Mimika,Ajun Komisaris Besar (Pol) Jeremias Rontini SIK.
“Kami melakukan persiapan acara sambil menunggu mereka yang ditahan di Polres untuk tiba di sini, sampai mereka datang baru kami bisa menentukan hari H-nya,” katanya.
Pihaknya menegaskan, jika sembilan tahanan ini masih ditahan hingga hari Kamis, (21/8), maka mereka akan mendatangi Mapolres Mimika untuk menjadikan diri mereka sebagai jaminan atas pembebasan sembilan pemimpin perang itu .
“Tapi, kalau mereka masih ditahan dalam dua hari sejak hari ini. Tiga suku yakni Amungme, Mee dan Moni yang ada di seluruh Timika akan ramai-ramai datang ke Mill 32 dan serahkan diri untuk ditahan, sebagai jaminan bahwa kami memastikan mereka tidak akan lari, karena ini adalah konflik adat yang harus diselesaikan dengan secepatnya,” tandasnya.
0 komentar: