Minggu, 15 Mei 2016

Sejarah papua barat sebelum proklamasi kemerdekaan indonesia



Dahulu sebutan Pulau Papua dikenal sebagai Nova Guinea, yang dalam bahasa spanyol berarti Guinea Baru. Ini dikarenakan para pelaut spanyol yang pertama menginjakan kaki di Pulau Papua pada tahun 1582, karena melihat adanya kemiripan penduduk papua dengan penduduk di Benua Afrika. Saat ditemukan pulau besar itu, Spayol mengklaim bahwa pulau papua termasuk wilayah kerajaan Spanyol.

Pada tahun 1663, Belanda mengambil alih kekuasaan atas Pulau Papua dengan menghambat perdagangan rempah-rempah Spayol di wilayah Papua. Mulai saat itulah Belanda mulai berkuasa hingga menyerahkan Papua yang dulunya Irian Barat ke negara federasi Indonesia sebagai negara kesatuan RI. Selain Spayol dan Belanda Inggris pun sempat menginjakan kaki dan berkuasa atas Pulau Papua pada tahun 1774 dan akhirnya dengan tantangan keras Sultan Tidore atas wilayah ini maka pada tahun 1814 Inggris meninggalkan Papua bagian barat.

Penjajahan atas tanah papua tidak terlepas dari kekayaan alam yang dimilikinya. Pulau papua memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, mulai dari emas, tembaga, nikel, batubara,  minyak tanah, gas alam, tanah yang subur akan pertanian, kekayaan laut dan hutannya yang menggiurkan bahkan uranium yang menjadi incaran para penguasa dunia.

Kekayaan-kekayaan inilah yang mengakibatkan munculnya peradaban kapitalisme besar-besaran di Tanah Papua oleh kapitalis eropa, terutama Belanda. Keberadaan peradaban kapitalis inilah yang menjadi sumber konflik di Tanah Papua dikemudian hari, bahkan hingga sekarang.

Pada umumnya, bangsa Papau memiliki sifat kultur yang mampu mempertahankan keberadaan dirinya selama bertahun-tahun, yaitu sifat mengatur dirinya sendiri. Sifat dasar ini selalu ditunjukan oleh bangsa Papua ketika berhadapan dengan pihak-pihak lain, seperti pemerintah kolonial Belanda, misionaris, pedagang dan pendatang pada umumnya.

Dalam kebudayaan masyarakat papua juga dikenal berbagai cara dalam menyatakan ketidaksetuaan seseorang terhadap suatu hal, biasanya dengan memprotes secara terbuka, melarikan diri, menyendiri, bersikap acuh tak acuh bahkan melakukan perlawanan fisik. Semuanya itu dapat dilakukan untuk mempertahankan keberadaan dirinya.

Pada tahun 1920, Hindia Belanda telah menginjakan kaki di Papua hingga berhasil mepersatukan teritorialnya di Pulau Papua. Sedangkan keterlibatan PBB di Irian Barat dimulai pada Tahun 1949 melalui pembentukan komisi PBB untuk Indonesia. Komisi ini merancang pelaksanaan konferensi meja bundar di Belanda yang menghasilkan suatu persetujuan penyerahan kedaulatan dari Belanda ke federasi Indonesia, dibawah pimpinan Soekarno.






Selama perudinagn berlansung, Belanda bersih keras mempertahankan kedaulatannya atas Irian Barat. Sebaliknya, Jakarta mempertahankan diri bahwa Irian Barat merupakan bagian integral dari Hindia Timur Belanda dan harus menjadi bagian dari wilayah kesatuan Republik Indonesia.

Ketika persengketaan irian barat semakin sengit, akhirnya pada tanggal 1 Desember 1961 pemerintah Belanda menyetujui pendeklarasian kemerdekaan Papua di Holandia, kini Jayapura. Seperti yang telah dinyatakan dalam New Guinea Raad yang Kemudian Bangsa Papua menjadikannya sebagai hari bersejarah atas kemerdekaannya.

Pada tanggal 2 januari 1962, dibentuklah Komando Mandala (TRIKORA) yang dipimpin Mayor Jendral Soeharto untuk membebaskan Irian Barat (Papua). Akhirnya terjadi pertempuran antara pemerintah Belanda dan Indonesia. Karena itu, pada tanggal 21 Februari 1962, Presiden Soekarno bertemu dengan presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy untuk menyelesaikan masalah Irian Barat (Papua). Maka, atas tekanan dari Amerika Serikat, pada tanggal 15 Agustus 1962 Pemerintah Belanda akhirnya menandatangani persetujuan dengan indonesia mengenai penyerahan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia. Persetujuan ini yang dikenal dengan New York Agreement yang isinya tentang penentuan nasib sendiri untuk masuk ke Indonesia atau tidak, namun tidak perna dipersoalkan.

Kemudian pada bulan Agustus tahun 1968 suatu tim PBB berkunjung ke Tanah Papua untuk membantu memberikan pendapat dan terlibat lansung dalam penentuan nasib sendiri rakyat papua (PEPERA). Namun demikian, bagi Bangsa Papua PEPERA 1969 adalah manipulasi hak suara Bangsa Papua Barat yang akhirnya berakhir dengan ketidakadilan.

Pemerintah Indonesia yang memiliki hak absolut untuk menjaga negara kesatuan kemudian menempatkan pasukan-pasukan militernya dalam jumlah yang besar diseluruh Tanah Papua, pada tanggal 1 Mei 1963.
Kehadiran aparat keamanan di Tanah Papua pada kenyataannya malah mengacaukan dan merisaukan bangsa Papua, ketika hak asasi dan politiknya terus-menerus dilanggar

Operasi-operasi pun terjadi oleh aparat keamanan Republik Indonesia, seperti Operasi Sadar I-IV (1965-1966), operasi Bratayudha (1966-1967), operasi wibawa I-IV (1967-1969), operasi pamungkas (1965-1971), operasi wisnumurti I dan II, Operasi pasca pembebasan Mapnduma, operasi penyisiran masyarakat sipil di Abepura (2000) dan Wasior (2001), Operasi wamena berdarah dan Operasi lainnya. Akibatnya, banyak orang Papua yang tak bersalah di tangkap, disiksa, bahkan dibunuh karena dianggap melawan kedaulatan Republik Indonesia. Hak asasi dan politiknya dilanggar sehingga yang ada hanyalah kekacauan di Tanah Papua, sedangkan Bangsa Papua menginginkan kedamaian atas jati dirinya.





luapan pemisahan diri bagi masyarakat Papua sudah ada sejak dulu dan terus berkembang hingga kemudian disebut sebagai Organisasi Papua merdeka (OPM), yang semakin lama semakin meluas hingga kini dan diikuti oleh demonstran-demonstran kaum nasionalis. Pergerakan organisasi Papua merdeka (OPM) dimulai pada tanggal 26 Juli 1965 di Manokwari yang pimpin oleh Sersan Mayor Permanas Fery Awom.

Rasa kehilangan harkat dan martabat ditanahnya sendiri terasa semakin mengental sehingga gejolak untuk memisahkan diri dari negara kesatuan RI terus meningkat tajam. Ini sangat terlihat jelas saat pendekatan pembangunan pada masa orde baru yang menempatkan masyarakat Papua hanya sebagai objek yang justru melahirkan sentimen anti Indonesia yang semakin terakumulatif menjadi suatu self defeating power bagi masyarakat Papua Barat.

Disamping itu, banyak kalangan yang salah presepsi bahkan belum paham mengenai akar persoalan di Tanah Papua, yang sebenarnya diakibatkan oleh terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada sejarah Papua.

Sejarah telah mencatat dan membuktikan bahwa wilayah Irian Barat (Papua) tidak termasuk wilayah Indonesia. Ini terbukti karena beberapa sebab, antaranya:

  1. Jauh sebelum indonesia mengambil ahli Tanah Papua, Tanah papua telah menjadi bagian dari kerajaan Belanda pada tanggal 7 Maret 1910 dan tidak menjadi wilayah Hindia Belanda yang saat itu berkedudukan di Batavia atau sekarang Jakarta selama tiga setengah abad (350 Tahun)
  2. Pada tanggal 23 Agustus 1956 dalam perubahan UUD Belanda, Tanah Papua (new Guinea) telah menjadi bagian dari kerajaan Nederland.
  3. Berdasarkan Pidato Presiden soekarno di depan sidang BPUPKI dan PPKI Pada tanggal 11 juli 1945 bahwa Indonesia merdeka hanya meliputi sabang (Aceh) sampai Amboina (Maluku). Sedangkan Tanah Papua tidak dimasukan atau diluar wilayah hukum RIS atau RI.
  4. Dalam Sidang tersebut, bahkan dengan tegas Dr. Moh. Hatta mengatakan bahwa kemerdekaan RI hanya untuk rumpun bangsa melayu tetapi rumpun melanesia tidak termasuk dengan alasan orang Papua masih terbelakang dan tertinggal, biarlah nanti kemudian Orang Papua menentukan nasibnya sendiri atau Merdeka.
  5. Presiden terpilih, Abdulrahman Wahid kemudian membuka wacana baru yaitu dengan mengijinkan pengibaran bendera Bintang Kejora pada peringatan hari kemerdekaan papua pada tanggal 1 Desember 1999. 





Maka dari fakta-fakta sejarah tersebut, dapat kita pahami bersama bahwa pendudukan Irian Barat oleh pemerintah RI menjadi bagian dari wilayah negara adalah hanya untuk kepentingan kekuasaan, politik dan ekonomi.

Orang Papua bahkan tidak pernah terlibat dan dilibatkan pada masa-masa awal perjuangan dan persengketaan bangsa-bangsa serta perumusan perjanjian politik, misalnya tidak ada kekuatan hukum RI yang mengikat bangsa dan bumi Papua sejak awal perjuangan hingga tahun 1999. Seperti, Konferensi Meja Bundar pada bulan Desember 1949 di Denhark dan New York Agreement 15 Agustus 1962 di Amerika antara pemerintah RI dan Kerajaan Belanda serta Roma Agreementantara kerajaan Belanda, RI dan AS.

Penolakan Bangsa Papua terhadap pemerintah RI telah dimulai pada tahun 1951 dalam sikap penyataan yang terdiri dari 16 pasal yang ditandatangani oleh para tokoh dan pemimpin papua, jauh sebelum terjadi PEPERA.

Rakyat Papua secara konstitusional telah mendirikan negara merdeka pada tanggal 1 Desember 1961 di Holandia, kini Jayapura, yang dilengkapi dengan alat kenegaraan Papua Barat dan pada tanggal 1 Desember Bangsa Papua merayakannya sebagai hari kemerdekaannya. (NSB)



SHARE THIS

Author:

Facebook Comment

0 komentar: